BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Bimbingan dan konseling adalah
pelayanan bantuan untuk peserta didik,baik secara perorangan maupun
berkelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan
pribadi, bimbingan sosial,bimbingan belajar, dan bimbingan karir melalui
berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang
berlaku. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling , Prinsip-prinsip bimbingan
harus diterjemahkan kedalam program-program sebagai pedoman pelaksanaan di
sekolah.
Di dalam membuat program tersebut,kerjasama konselor
dengan personel lain di sekolah merupakan suatu syarat yang tidak boleh ditinggalkan.
Kerjasama ini akan menjamin tersususnnya program bimbingan dan konseling yang komprehensif,
memenuhi sasaran, serta realistik. Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan
dan konseling di Sekolah atau madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada
atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas,
namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik
yang selanjutnya disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi dirinya
atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik,emosi,
intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Program bimbingan dan konseling
mengandung empat komponen pelayanan, yaitu pelayanan dasar bimbingan, pelayanan
responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Pengertian
Dasar
2. Konselor
Sekolah Sebagai Konsultan
3. Konsultasi
Dengan Berbagai Pihak
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
DASAR
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), kata konsultasi diartikan sebagai
“pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (misal: nasihat, saran) yang
sebaik-baiknya”. Kata konsultan diartikan sebagai “orang (ahli) yang tugasnya
memberi petunjuk, atau nasehat dalam suatu kegiatan”. Kata berkonsultasi
diartikan sebagai “bertukar pikiran atau meminta pertimbangan dalam memutuskan
sesuatu (misal: tentang usaha dagang), meminta nasehat (misal: tentang nasehat,
pendidikan).
Dalam
buku karangan Shertzer dan Stone, Fundamentals of Guidance (1981), dikutip
beberapa perumusan tentang konsultasi yang diambil dari sumber-sumber
literature professional, antara lain:
1. D.B.Keat,
yang merumuskan konsultasi dalam lingkungan institusi pendidikan sebagai: “a
process in which the consultant and the consultee collaborate to develop means
of assisting students”.
2. G.
Caplan, yang merumuskan konsultasi sebagai: “a process of interaction between two professional persons the
consultant…and the consultee who involves the consultant’s help in regard to a
current problem with whichhe is having some difficulty…”
3. A.Y.
Bindman, yang merumuskan konsultasi sebagai: “ an interaction process or
interpersonal relationship that takes place between two professional workers…in
which one workers, the konsultan, assists the other worker, the consultee,
solve a mental heal
4. th
problem of a clients, within the framework of the consultee’s usual professional
franctioning”[1]
1. MODEL-MODEL KONSULTASI
Schein
mengembangkan tiga model konsultasi yaitu sebagai berikut :
1.
Model mencari pemahaman dan
pengetahuan dari konsultan sebagai orang ahli (consultation as content;
purchase ofexpertise).
2.
Model mencari pandangan dari
konsultan mengenai apa yang tidak beres(consultation as content ;
doctor-patient type).
3.
Model ditolong oleh konsultan
sebagai fasilitator (consultation as a process)[2].
2.
TIPE-TIPE KONSULTASI
De
Wayne Kurpius membedakan empat tipe konsultasi yang disebutnya modalitas- modalitas (modalities) yaitu:
1.
Tipe pelayanan langsung (provision
mode), bila konsultan langsung bertemu muka dengan klien, tanpa banyak kontak
dengan pihak yang meminta bantuan, sesudah konsultan sesesai beburusan dengan
klien.
2.
Tipe memberikan resep (prescription
mode) bila konsultan bertindak sebagai narasumber yang dihubungi oleh seseorang
yang meminta pandangan dan saran mengenai persoalan tertentu.
3.
Tipe kerja sama (collaboration
mode), bila konsultan membantu pihak yang menghubunginya untuk menemukan penyelesaiannya
sendiri melalui proses pemecahan masalah.
4.
Tipe menjadi perantara (mediation
mode) bila konsultan sendiri menyadari adanya masalah, mengumpulkan informasi
yang relevan mengenai masalah itu, menentukan suatu tindakan perbaikan, dan
kemudian mengundang orang-orang yang terlibat dan diharapkan mampu
menyelesaikan masalah itu untuk berapat.
3. KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN KONSULTASI BERDASARKAN REFLEKSE TEORETIS
1. Kelebihan:
-
Biasanya lebih dari satu klien yang
tertolong
-
Diusahakan perubahan didalam tubuh organisasisosial
sendiri
-
Ketegangan dan perpecahan di antara
orang-orang dikurangi
-
Biasanya pihak yang meminta bantuan
melibatkan beberapa orang yang bersama-sama mengusahakan perubahan.
-
Terdapat saran untuk penataran bagi
semua orang yang tergabung dalam suatu organisasi
-
Lebih banyak orang dilibatkan dalam
pengambilan keputusan sehingga pelaksanaannya lebih terjamin.
2. Kelemahan:
-
Efektifitas tergantung dari kerelaan
banyak orang untuk melibatkan diri
-
Pendekatan kerap bersifat tidak langsung
sehingga dibutuhkan lebih lama untuk mendatangkan perubahan
-
Pihak yang meminta bantuan menyerahkan
permasalahan kepada konsultan agar dipecahkan bagi mereka
-
Perubahan dalam tubuh organisasi,
menjadi tanggung jawab yang kerap memendang aspek tertentu saja
-
Kesalahan sering dilimpahkan pada
lingkungan atau pada system birokrasi
dari pada individu yang menciptakan sendiri suasana yang merugikan
-
Konsultasi menuntut tata cara belajar
dan berkomunikasi yang baru, yang masih asing bagi banyak orang.[3]
B.
KONSELOR SEKOLAH SEBAGAI KONSULTAN
Menurut
pandangan Kurpius, proses konsultasi mengenal Sembilan tahapan yaitu:
1.
Tahapan persiapan bila konsultasi
memandang keseluruhan situasi problematic dan menilai diri sendiri, apakah
mempunyai kualifikasiuntuk bertindak sebagai konsultan.
2.
Tahapan persiapan bila permasalahan yang
dihadapi dikemukakan serta dicari kesepakatan antara pihak yang meminta bantuan
dan konsultanmengenai peranan dan tanggung jawab masing-masing pihak yang
terlibat.
3.
Tahap pengumpulan informasi bila dicari
fakta dan data yang relevan, yang memungkinkan peninjauan terhadap masalah dari
berbagai sudut.
4.
Tahap perumusan bila permasalahan
dirumuskan secara tegas dan dicapai kesepakatan mengenai tujuan yang harus
dicapai.
5.
Tahap pemecahan bila di rundingkan dan
diputuskan dengan cara bagaimana permasalahan sebaiknya diatasi.
6.
Tahap penetapan beberapa sasaran konkrit
yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu, yang merupakan konkretisasidari
apa yang telah diputuskan pada tahap kelima.
7.
Tahap implementasi bila dirundingkan dan
diputuskan apa yang harus dilakukan , supaya segala sasaran konkrit tercapai.
8.
Tahap evaluasi bila dikumpulkan data
dalam rangka evaluasi proses dan evaluasi produk.
9.
Tahap pengunduran bila konsultasi mengakhiri
hubungan konsultasi dengan pihak yang meminta bantuan.
Schmidt
mendeskripsikan proses konsultasi dalam empat tahap yaitu:
1.
Intoduksi
2.
Eksplorasi
3.
Keputusan
4.
Implementasi
5.
evaluasi
Menurut Sardiman (2001:142) menyatakan
bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan Konseling, yaitu:
1. Informator, guru
diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator, guru
sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3. Motivator, guru
harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4. Director, guru harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
5. Inisiator, guru
sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter, guru
bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator, guru
akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8. Mediator, guru
sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator, guru
mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
C.
KOMPONEN KONSULTASI
Dari definisi layanan konsultasi,
dijelaskan bahwa dalam proses konsultasi akanmelibatkan tiga pihak, yaitu
konselor, konsulti, dan pihak ketiga/konseli. Ketigapihak ini disebut sebagai
komponen layanan konsultasi. Ketiga komponen layanankonsultasi tersebut menjadi
syarat untuk menyelenggarakan kegiatan layanan.
1. Dijelaskan oleh Prayitno (2004:
3-4), bahwa:1. Konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangMengatasi pengaruh
kondisi rumah tangga yang kurang menguntungkan.
Anak-anak yang
memasuki sekolah dasar berasal dari berbagai latar belakang rumah tangga yang
berbeda. Kondisi rumah tangga yang dimikian itu banyak sedikitnya akan
mempengaruhi perkembangan anakan
melakukanpelayanan konseling pada bidang tugas pekerjaannya. Sesuai dengan
keahliannya,konselor melakukan berbagai jenis layanan konseling, salah satu
diantaranyaadalah layanan konsultasi;2. Konsulti adalah individu yang meminta
bantuan kepada konselor agar dirinyamampu menangani kondisi dan atau
permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebahagian) menjadi tanggung
jawabnya. Bantuan itu diminta darikonselor karena konsulti belum mampu
menangani situasi dan atau permasalahanpihak ketiga itu;3. Pihak ketiga adalah
individu (atau individu-individu) yang kondisi dan ataupermasalahannya
dipersoalkan oleh konsulti. Menurut konsulti, kondisi/ permasalahan pihak
ketiga itu perlu diatasi, dan konsulti merasa (setidak-tidaknya ikut)
bertanggung jawab atas pengentasannya dalam layanan
D.
KONSULTASI DENGAN BERBAGAI PIHAK
1. Dengan
Sesama Tenaga Pembimbing yang lain yang bertindak sebagai konsultan. hal ini
dilakukan bila mana menemui suatu permasalahan yang rumit pada siswa yang mana
konselor merasa ragu-ragu dalam menentukan suatu jalan atau keputusan dalam
kasus tersebut.
2. Dengan
tenaga pengajar yang diberi tanggung jawab mengelola pada bidang study tertentu
maupun wali kelas. dalam hal ini konselor menjadi nconsultee dan gurulah yang
menjadi konsultan.
3. dengan
pejabat structural, yaitu orang yang diserahi tanggung jawab
mengelolakeseluruhan program pendidikan di institusi pendidikan dalam berbagai
aspeknya.
4. denagan
orang tua siswa, yaitu dengan membina hubungan dengan orang tua dalam
kedudukannya sebagai konsultan. tipe konsultasi yang sesuai dalam sesuai dalam
berkonsultasi dengan orang tua tergantung dari permasalahan yang dibicakan dan
dari taraf pendidikan serta harapan orang tua siswa.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Layanan konsultasi adalah bantuan
dari konselor ke klien dimana klien sebagai konsultan dan klien sebagai
konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Tujuan dari layanan
konseling yaitu supaya orang-perorangan atau kelompok orang yang dilayani
menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan
bebas. Sehingga layanan konsultasi sangat membantu kita juga dalam
menyelesaikan masalah kita.Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru,
orang tua, atau pihak pimpinan sekolah/madrasahyang terkait dengan upaya
membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta
didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasahyang kondusif bagi perkembangan
peserta didik, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan
dan konseling. Kompenen layanan konsultasi adalah konsultan, konsulti, dan pihak
ketiga (konseli). Pelaksanaan layanan konsultasi dimulai dari penilaian
layak atau tidaknya seorang konselor sebagai konsultan, kemudian
pengumpulan data(informasi) serta mencapai kesepakatan antara konsultan dan
konsulti. Dan diakhiri dengan evaluasi yang didalamnya terdapat evaluasi proses
dan evaluasi produk serta pengakhiran hubungan antara konsultan dan konsulti.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Karangan
Shertzer dan stone, Fundamentals of Guidance (1981)
2. RUJUKANArdi, Zadrian. 2011. Layanan Konsultasi
dalam Pelayanan Konseling. (online)http://za-doc.blogspot.com/2011/05/layanan-konsultasi-dalam-pelayanan.html, diakses pada tanggal 23
Februari 2012Widodo, Bernadius. 2009.
3. LayananKonsultasiOrangtua, Salah Satu
Bidang Layanan Bimbingan Konseling untuk Membantu Mengatasi Masalah Anak (sebuah
refleksi analitis)
(online)(puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/jiw/article/.../17052/17085),
diakses 21Februari 2012Santoso,Djoko Budi.2009.
4. Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling.Malang.Tanpa penerbit Sj, Ws Winkel.1991.
5. Bimbingan danKonseling diInstitusi Pendidikan.
Jakarta: PT Grasindo
0 komentar:
Posting Komentar