Test midle sidebar

Home » » GENERALISASI; ILMU MANTIQ (LOGIKA)

GENERALISASI; ILMU MANTIQ (LOGIKA)


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Dalam sebuah kehidupan, khususnya kehidupan manusia bermasyarakat mau tidak mau, sadar ataupun tidak sadar pasti seseorang itu sering melakukan sebuah analisa. Analisa ini mungkin dilakukan ketika mengamati sesuatu atau cuman sekedar ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi.
            Sering sekali manusia melakukan sebuah tatanan ilmu pengetahuan, akan tetapi tidak menyadarinya. Ketika seseorang melakukan sebuah analisa, yang mana analisa-analisa sebuah fenomena tersebut menjurus pada suatu kesimpulan umum. Maka, tahapan tahapan tersebut dalam sebuah kajian ilmu mantiq atau logika disebut generalisasi.
            Maka dari itu, untuk lebih jelasnya tentang pengertian dan bagian-bagianya kita sedikit banyak akan membahasnya bersama-sama.
I.2. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa  pengertian generalisasi ?
2.      Macam-macam generalisasi ?
3.      Pengujian atas generalisasi ?
4.      Generalisasi yang salah ?
5.      Generalisasi empirik dan generalisasi dengan penjelasan ?
6.      Generalisasi ilmiah ?
I.3. TUJUAN MASALAH
·         Mengetahui dan memahami apa yang tekandung dalam rumusan masalah.










BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN GENERALISASI
            Di dalam buku Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. ( Mundiri, 1994 : 127 )
Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. ( Gorys Keraf, 1994 : 43 ).
Sama halnya dalam buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah ”sesuatu yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi”. ( Surajiyo dkk, 2005 : 240 )
Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu kepercayaan, karena penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya suatu probabilitas suatu peluang. Dan hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga disebut generalisasi (proposisi universal). (Soekadijo,1991 : 134)
Dalam keterangan lain dikatakan Generalisasi dalam ilmu mantiq disebut istiqro' atau istinbat). Generalisasi adalah istidlal yang di dasarkan atas memepelajari terhadap sesuatu yang kecil dengan sunggug-sungguh darinya aqal bisa mengambil kesimpulan umum. Atau yang lebih umum mengenai generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu, hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, oleh karena itu, hukum yang dihasilkan oleh penalaran generalisasi tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti tetapi hanya sampai kepada kebenaran kemungkinan besar.
Contoh: ada beberapa fenomena, yaitu:
  • Hamid adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
  • Munir adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
  • Nurul adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
  • Faizin adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
Jika disimpulkan bahwa semua mahasiswa tarbiyah itu jujur maka kebenaran kesimpulan ini hanya mempunyai kebenaran kemungkinan besar (probabilitas).
Kebanyakan generalisasi didasarkan pada pemeriksaan atas suatu sample atau contoh dari seluruh golongan yang diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga biasa disebut induksi tidak sempurna atau tidak lengkap. ( Poespoprodjo, 1999 : 60 ) Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya. Contoh dari generalisasi :
-          aluminium jika dipanaskan akan memuai
-          besi jika dipanaskan akan memuai
-          tembaga jika dipanaskan akan memuai
-          nikel jika dipanaskan akan memuai
Generalisasinya, yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.

II.2 MACAM-MACAM GENERALISASI
            Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.      Generalisasi Sempurna.
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang diselidiki. Contoh : Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis. ( Mundiri, 1994 : 129 )
2.      Generalisasi tidak Sempurna.
Adalah generalisasi dimana kesimpulannya diambil berdasarkan sebagian fenomena yang kesimpulanya berlaku juga bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, misalnya. Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia adalah menusia yang suka bergotong-royong kemudian diambil kesimpulan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi sebagian (probabilitas).
Meskipun macam generalisasi ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ketingkat pasti tetapi proses generalisasi ini jauh lebih praktis dan ekonomis, seperti halnya ilmu. Ilmu yang disusun berdasar fakta observasi tidak untuk menyajikan kebenaran mutlak melainkan kebenaran probabilitas sehingga sangat keliru jika diantara kita berkeyakinan bahwa ilmu menyajikan hukum dan kesimpulan yang kebenarannya mutlak.
Jika kita berbicara mengenai generalisasi, maka generalisasi yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Menurut para ahli, generalisasi ini disebut sebagai induksi tidak sempurna dan teknik inilah yang paling banyak digunakan dalam menyusun ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu biologi misalnya, Darwin menyatakan bahwa ‘Semua kucing putih yang bermata biru adalah tuli.’ Kesimpulan ini didasarkan atas generalisasi tidak sempurna, demikian pula pernyataan Cuvier bahwa “Tidak ada hewan yang bertanduk dan berkuku telapak adalah pemakan daging”. Isaac Newton juga mendasarkan kesimpulannya pada generalisasi tidak sempurna atas teorinya yang mashur tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu kealaman semua disusun berdasarkan generalisasi tidak sempurna, demikian pula ilmu-ilmu sosial.

II.3 PENGUJIAN ATAS GENERALISASI
Untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi berikut:
1.      Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan. Memang tidak ukuran yang pasti berapa jumlah fenomena individual yang diperlakukakn untuk dapat mengasilkan kesimpulan yang terpercaya. Contoh. Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya.
2.      Apakah sampel yang digunakan cukup bervariasi. Untuk mementukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan. Semakin banyak variasi sampel, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
3.      Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati; kata-kata seperti semua, setiap, selalu, tidak semuanya, sebagian besar, kebanyakan; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
4.      Apakah yang dirumuskan konsisten dengan fenomena individual, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada. Misalnya, penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, kurang berdiskusi, terlalu banyak jenis mata kuliah lalu disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Kesimpulan ini lemah karena meninggal dua faktor tadi. Semakin banyak yang ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan.

II.4 GENERALISASI YANG SALAH
            Kita telah mengetahui bahwa tingkat keterpercayaan suatu generalisasi tergantung bagaimana tingkat terpenuhnya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di atas. Semakin terpenuhnya syarat-syarat tersebut semakin tinggi tingkat keterpercayaan generalisasi dan begitu pula sebaliknya.
Bagaimana juga ada kecenderungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi. Hal ini juga bisa disebut sebagai generalisasi tergesa-gesa. Dalam kehidupan sehari-hari kekeliruan seperti ini sering sekali terjadi. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika kita ingin mengurusi permasalahan beasiswa di bagian TU Akademik Tarbiyah IAIN dan dilayani dengan tidak profesional (mbulet), maka kita terhanyut pada generalisasi yang salah kemudian kita menyatakan bahwa pelayanan TU Akademik Tarbiyah IAIN tidak bagus (patut dipecat).

II.5 GENERALISASI EMPIRIK DAN GENERALISASI DENGAN PENJELASAN
Sebagaimana telah disebutkan bahwa generalisasi (sudah barang tentu generalisasi tidak sempurna) tidak pernah mencapai tingkat keterpercayaan mutlak namun kesimpulan yang dihasilkan menjadi terpercaya manakala terpenuhi empat syarat yang telah disebutkan di atas. Apabila generalisasi ini disertai dengan penjelasan ‘mengapa’ maka kebenaran yang dihasilkan akan lebih kuat lagi.
Generalisasi yang tidak disertai dengan penjalasan mengapa-nya atau generalisasi berdasarkan fenomenanya semata-mata disebut generalisasi empirik. Atau dengan melihat pendapat Metron yang membatasi generalisai empiris sebagai "suatu proposisi tersendiri yang meringkas keseragaman hubungan yang diminati di antara dua tau lebih variable" yang memisahkan istilah "hukum ilmiah" dengan "suatu pernyataan invariant yang dapat ditarik dari suatu teori." Perbedaan diantara berbagai generailisasi emperis ini, dimana teori penjelas yang tepat ternyata belum ada dan di mana teori demikian telah ada.
Taruhlah kita mempercayai generalisasi Darwin “semua kucing berbulu putih dan bermata biru adalah tuli”. Pernyataan ini didasarkan atas generalisasi yang benar dan terpercaya, sehingga kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini. Tetapi sejauh itu, pernyataan serupa ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya, maka hal ini adalah generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat menjelaskan mengapa kucing yang mempunnyai ciri-ciri serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan bahwa ketiadaan pigmen pada bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ pendengarannya tidak berfungsi dan generalisasi ini disebut generalisasi dengan penjelasan (explained generalization). Generalisasi ini mempunyai taraf keterpercayaan hampir setingkat dengan generalisasi sempurna.
Kebayakan generalisasi pada kehidupan kita adalah generalisasi empirik, yang berjalan bertahun-tahun bahkan berabad-abad sampai akhirnya dapat diterangkan. Telah diketahui berdasarkan generalisasi bahwa tanah yang ditanam secara bergantian dengan jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih baik dibanding jika ditanami dengan tanaman yang selalu sejenis. Ini diketahui sudah sejak berabad-abad, tetapi sedemikian jauh masih merupakan generalisasi empirik.
Setelah bertahun-tahun manusia mendasarkan tindakannya atas pengetahuan yang semata-mata empirik kemudian menemukan rahasianya bahwa pergantian jenis tanaman akan menghasilkan kesuburan bagi tanah inilah yang menyebabkan panenan berikutnya baik. Pengetahuan kita sekarang ini, bahwa memanfaatkan tanah dengan menanaminya secara berganatian akan menghasilkan panen yang bagus, menjadi pengetahuan generalisasi dengan penjelasan, karena kita telah mengetahui hubungan kausalnya.
Jadi benarlah bahwa semua hukum alam mula-mula dirumuskan melalui generalisasi empirik kemudian setelah diketahui hubungan kausalnya, maka lahirlah generalisasi dengan penjelasn dan inilah yang melahirkan penjelasan ilmiah.


II.6 GENERALISASI ILMIAH
Generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permaslahannya. Perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam perumusannya.
Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobsevasi.
Tanda-tanda penting dari generalisasi ilmiah dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi yang cermat. Dilakukan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, mnyeluruh, dan teliti.
2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur serta mendapatkan ketepatan serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin.
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta.
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan istilah yang padat dan tematik.
5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang bervariasi, misalnya waktu, tempat, dan keadaan khusus lainnya.
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas generalisasi yang dibuat.
Ciri tersebut di atas tidak saja berlaku bagi generalisasi ilmiah, tetapi juga bagi interpretasi ilmiah atas fakta-fakta. Biasanya kita tidak dapat melakukan pengetasan atas generalisasi ilmiah tersebut. Kita hanya bisa mengikuti bagaimana penilaian para ahli yang mempunyai otoritas pada bidang permasalahaanya.
Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
1.      Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A. Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
2.      Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan kapan saja. Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar.
3.      Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-facts conditionals atau unfulfilled conditionals.
Rumusnya : Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B. Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya : Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan.
Dalam buku Logika Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
1. Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
-          semua orang laki-laki sama saja
-          orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
-          barang siapa memuji Marx adalah komunis
-          semua orang kaya kikir dan materialis.
Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama.
3. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada kekecualian, apakah juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
-          Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan.
Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
-          Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sample, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan dan berbagai usia.
-          Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.
Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan: harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat.
-          Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya jenis mata kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya.
2.      Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.       Generalisasi sempurna
b.      Generalisasi tidak sempurna atau generalisasi sebagian.
3.      Untuk menguji generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut:
a.       Sampel yang digunakan secara kuantitatif harus cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
b.      Sampel yang digunakan cukup bervariasi.
c.       Dalam generalisasi itu harus memperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
d.      Sesuatu yang dirumuskan harus konsisten dengan fenomena individual, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
4.      Generalisasi yang salah adalah ketika membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi. Hal ini juga bisa disebut sebagai generalisasi tergesa-gesa.
5.      Generalisasi yang tidak disertai dengan penjalasan mengapa-nya atau generalisasi berdasarkan fenomenanya semata-mata disebut generalisasi empirik.
6.      Generalisasi ilmiah adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya, akan tetapi dari segi metode, kualitas data dan ketepatan dalam perumusanya sangat ditata rapi dan terperinci demi menghasilkan kesimpulan yang tepat.







DAFTAR PUSTAKA

-          H. Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo persada kajarta, 2008
-          Soekadijo,R.G Logika Dasar, PT Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1991
-            W. Poespopradjo, S.H. S,S. B.Ph, L,ph. Logika Scientifika, PT pustaka Grafika, Bandung, 2007

1 komentar:

Health