BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Dalam
sebuah kehidupan, khususnya kehidupan manusia bermasyarakat mau tidak mau,
sadar ataupun tidak sadar pasti seseorang itu sering melakukan sebuah analisa.
Analisa ini mungkin dilakukan ketika mengamati sesuatu atau cuman sekedar ingin
tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Sering sekali manusia melakukan sebuah tatanan ilmu
pengetahuan, akan tetapi tidak menyadarinya. Ketika seseorang melakukan sebuah
analisa, yang mana analisa-analisa sebuah fenomena tersebut menjurus pada suatu
kesimpulan umum. Maka, tahapan tahapan tersebut dalam sebuah kajian ilmu mantiq
atau logika disebut generalisasi.
Maka dari itu, untuk lebih jelasnya tentang pengertian
dan bagian-bagianya kita sedikit banyak akan membahasnya bersama-sama.
I.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian generalisasi ?
2. Macam-macam
generalisasi ?
3. Pengujian
atas generalisasi ?
4. Generalisasi
yang salah ?
5. Generalisasi
empirik dan generalisasi dengan penjelasan ?
6. Generalisasi
ilmiah ?
I.3. TUJUAN MASALAH
·
Mengetahui dan
memahami apa yang tekandung dalam rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN GENERALISASI
Di dalam
buku Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari
sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh
fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. ( Mundiri, 1994 :
127 )
Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. ( Gorys Keraf, 1994 : 43 ).
Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. ( Gorys Keraf, 1994 : 43 ).
Sama halnya dalam buku Dasar-dasar
Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah ”sesuatu yang beberapa kali
terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila
kondisi yang sama terpenuhi”. ( Surajiyo dkk, 2005 : 240 )
Kesimpulan itu hanya suatu harapan,
suatu kepercayaan, karena penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran
yang pasti, akan tetapi hanya suatu probabilitas suatu peluang. Dan hasil
penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga disebut generalisasi (proposisi
universal). (Soekadijo,1991 : 134)
Dalam keterangan lain dikatakan Generalisasi
dalam ilmu mantiq disebut istiqro' atau istinbat). Generalisasi adalah istidlal
yang di dasarkan atas memepelajari terhadap sesuatu yang kecil dengan
sunggug-sungguh darinya aqal bisa mengambil kesimpulan umum. Atau yang lebih
umum mengenai generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah
fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena
sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu, hukum yang
disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diselidiki, oleh karena itu, hukum yang dihasilkan oleh penalaran
generalisasi tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti tetapi hanya sampai
kepada kebenaran kemungkinan besar.
Contoh: ada beberapa fenomena, yaitu:
Contoh: ada beberapa fenomena, yaitu:
- Hamid adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
- Munir adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
- Nurul adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
- Faizin adalah mahasiswa tarbiyah….jujur
Jika disimpulkan bahwa semua mahasiswa tarbiyah itu
jujur maka kebenaran kesimpulan ini hanya mempunyai kebenaran kemungkinan besar
(probabilitas).
Kebanyakan generalisasi didasarkan
pada pemeriksaan atas suatu sample atau contoh dari seluruh golongan yang
diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga biasa disebut induksi tidak
sempurna atau tidak lengkap. ( Poespoprodjo, 1999 : 60 ) Jadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan
sejumlah premis-premis yang sama kondisinya. Contoh dari generalisasi :
-
aluminium jika dipanaskan akan
memuai
-
besi jika dipanaskan akan memuai
-
tembaga jika dipanaskan akan memuai
-
nikel jika dipanaskan akan memuai
Generalisasinya, yaitu semua logam jika dipanaskan
akan memuai.
II.2 MACAM-MACAM GENERALISASI
Dari
segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan
menjadi 2, yaitu:
1. Generalisasi
Sempurna.
Adalah generalisasi dimana seluruh
fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang diselidiki. Contoh : Setelah kita
memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan
bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam
penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita
selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
Generalisasi sempurna ini memberikan
kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis
dan tidak ekonomis. ( Mundiri, 1994 : 129 )
2. Generalisasi
tidak Sempurna.
Adalah generalisasi dimana
kesimpulannya diambil berdasarkan sebagian fenomena yang kesimpulanya berlaku
juga bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, misalnya. Setelah kita
menyelidiki sebagian bangsa Indonesia adalah menusia yang suka bergotong-royong
kemudian diambil kesimpulan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong,
maka penyimpulan ini adalah generalisasi sebagian (probabilitas).
Meskipun macam generalisasi ini
tidak menghasilkan kesimpulan sampai ketingkat pasti tetapi proses generalisasi
ini jauh lebih praktis dan ekonomis, seperti halnya ilmu. Ilmu yang disusun
berdasar fakta observasi tidak untuk menyajikan kebenaran mutlak melainkan
kebenaran probabilitas sehingga sangat keliru jika diantara kita berkeyakinan
bahwa ilmu menyajikan hukum dan kesimpulan yang kebenarannya mutlak.
Jika kita berbicara mengenai
generalisasi, maka generalisasi yang dimaksud adalah generalisasi tidak
sempurna. Menurut para ahli, generalisasi ini disebut sebagai induksi tidak
sempurna dan teknik inilah yang paling banyak digunakan dalam menyusun ilmu
pengetahuan.
Dalam ilmu biologi misalnya, Darwin
menyatakan bahwa ‘Semua kucing putih yang bermata biru adalah tuli.’ Kesimpulan
ini didasarkan atas generalisasi tidak sempurna, demikian pula pernyataan
Cuvier bahwa “Tidak ada hewan yang bertanduk dan berkuku telapak adalah pemakan
daging”. Isaac Newton juga mendasarkan kesimpulannya pada generalisasi tidak
sempurna atas teorinya yang mashur tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu kealaman
semua disusun berdasarkan generalisasi tidak sempurna, demikian pula ilmu-ilmu
sosial.
II.3 PENGUJIAN ATAS GENERALISASI
Untuk menguji apakah generalisasi
yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi
berikut:
1.
Apakah sampel yang digunakan secara
kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan
semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan
bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar
keterpercayaan. Memang tidak ukuran yang pasti berapa jumlah fenomena
individual yang diperlakukakn untuk dapat mengasilkan kesimpulan yang
terpercaya. Contoh. Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu
titik darinya.
2. Apakah
sampel yang digunakan cukup bervariasi. Untuk mementukan kadar minat dan
kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa
Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan
penghidupan, berbagai pendidikan. Semakin banyak variasi sampel, semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan.
3. Apakah dalam
generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum
atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika
kekecualian cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak
mungkin diadakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan
dengan hati-hati; kata-kata seperti semua, setiap, selalu, tidak semuanya,
sebagian besar, kebanyakan; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang
cermat. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan.
4. Apakah yang
dirumuskan konsisten dengan fenomena individual, tidak boleh memberikan
tafsiran menyimpang dari data yang ada. Misalnya, penyelidikan tentang faktor
utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap
individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya
penguasaan bahasa asing, kurang berdiskusi, terlalu banyak jenis mata kuliah
lalu disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya
penguasaan bahasa asing, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena
yang dikumpulkan. Kesimpulan ini lemah karena meninggal dua faktor tadi.
Semakin banyak yang ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan.
II.4 GENERALISASI YANG SALAH
Kita
telah mengetahui bahwa tingkat keterpercayaan suatu generalisasi tergantung
bagaimana tingkat terpenuhnya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di
atas. Semakin terpenuhnya syarat-syarat tersebut semakin tinggi tingkat
keterpercayaan generalisasi dan begitu pula sebaliknya.
Bagaimana juga ada kecenderungan
umum untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat sedikit
sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi. Hal ini juga bisa
disebut sebagai generalisasi tergesa-gesa. Dalam kehidupan sehari-hari
kekeliruan seperti ini sering sekali terjadi. Hal ini dapat digambarkan sebagai
berikut. Ketika kita ingin mengurusi permasalahan beasiswa di bagian TU
Akademik Tarbiyah IAIN dan dilayani dengan tidak profesional (mbulet), maka
kita terhanyut pada generalisasi yang salah kemudian kita menyatakan bahwa
pelayanan TU Akademik Tarbiyah IAIN tidak bagus (patut dipecat).
II.5 GENERALISASI EMPIRIK DAN GENERALISASI DENGAN PENJELASAN
Sebagaimana telah disebutkan bahwa
generalisasi (sudah barang tentu generalisasi tidak sempurna) tidak pernah
mencapai tingkat keterpercayaan mutlak namun kesimpulan yang dihasilkan menjadi
terpercaya manakala terpenuhi empat syarat yang telah disebutkan di atas.
Apabila generalisasi ini disertai dengan penjelasan ‘mengapa’ maka kebenaran yang
dihasilkan akan lebih kuat lagi.
Generalisasi yang tidak disertai
dengan penjalasan mengapa-nya atau generalisasi berdasarkan fenomenanya
semata-mata disebut generalisasi empirik. Atau dengan melihat pendapat Metron
yang membatasi generalisai empiris sebagai "suatu proposisi tersendiri
yang meringkas keseragaman hubungan yang diminati di antara dua tau lebih
variable" yang memisahkan istilah "hukum ilmiah" dengan
"suatu pernyataan invariant yang dapat ditarik dari suatu teori."
Perbedaan diantara berbagai generailisasi emperis ini, dimana teori penjelas
yang tepat ternyata belum ada dan di mana teori demikian telah ada.
Taruhlah kita mempercayai
generalisasi Darwin “semua kucing berbulu putih dan bermata biru adalah tuli”.
Pernyataan ini didasarkan atas generalisasi yang benar dan terpercaya, sehingga
kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini. Tetapi sejauh itu, pernyataan
serupa ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya, maka hal ini adalah
generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat menjelaskan mengapa kucing
yang mempunnyai ciri-ciri serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan bahwa
ketiadaan pigmen pada bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ
pendengarannya tidak berfungsi dan generalisasi ini disebut generalisasi dengan
penjelasan (explained generalization). Generalisasi ini mempunyai taraf
keterpercayaan hampir setingkat dengan generalisasi sempurna.
Kebayakan generalisasi pada
kehidupan kita adalah generalisasi empirik, yang berjalan bertahun-tahun bahkan
berabad-abad sampai akhirnya dapat diterangkan. Telah diketahui berdasarkan
generalisasi bahwa tanah yang ditanam secara bergantian dengan jenis lain
secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih baik dibanding jika ditanami
dengan tanaman yang selalu sejenis. Ini diketahui sudah sejak berabad-abad,
tetapi sedemikian jauh masih merupakan generalisasi empirik.
Setelah bertahun-tahun manusia
mendasarkan tindakannya atas pengetahuan yang semata-mata empirik kemudian
menemukan rahasianya bahwa pergantian jenis tanaman akan menghasilkan kesuburan
bagi tanah inilah yang menyebabkan panenan berikutnya baik. Pengetahuan kita
sekarang ini, bahwa memanfaatkan tanah dengan menanaminya secara berganatian
akan menghasilkan panen yang bagus, menjadi pengetahuan generalisasi dengan
penjelasan, karena kita telah mengetahui hubungan kausalnya.
Jadi benarlah bahwa semua hukum alam
mula-mula dirumuskan melalui generalisasi empirik kemudian setelah diketahui
hubungan kausalnya, maka lahirlah generalisasi dengan penjelasn dan inilah yang
melahirkan penjelasan ilmiah.
II.6 GENERALISASI ILMIAH
Generalisasi ilmiah tidak berbeda
dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permaslahannya. Perbedaan
yang paling mendasar adalah terletak pada metodenya, kualitas data serta
ketepatan dalam perumusannya.
Generalisasi dikatakan sebagai
penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai sesuatu yang benar,
maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobsevasi.
Tanda-tanda penting dari
generalisasi ilmiah dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi yang cermat. Dilakukan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, mnyeluruh, dan teliti.
1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi yang cermat. Dilakukan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, mnyeluruh, dan teliti.
2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur serta mendapatkan
ketepatan serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin.
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi
fakta.
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana,
menyeluruh dinyatakan dengan istilah yang padat dan tematik.
5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya
dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang bervariasi, misalnya waktu,
tempat, dan keadaan khusus lainnya.
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas generalisasi yang dibuat.
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas generalisasi yang dibuat.
Ciri tersebut di atas tidak saja
berlaku bagi generalisasi ilmiah, tetapi juga bagi interpretasi ilmiah atas
fakta-fakta. Biasanya kita tidak dapat melakukan pengetasan atas generalisasi
ilmiah tersebut. Kita hanya bisa mengikuti bagaimana penilaian para ahli yang
mempunyai otoritas pada bidang permasalahaanya.
Menurut Soekadijo, generalisasi yang
baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
1. Generalisasi
harus tidak terbatas secara numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh terikat
kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A adalah B ”, maka proposisi
itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan
semua subyek yang memenuhi kondisi A. Contohnya : Semua perempuan adalah
cantik.
2. Generalisasi
harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya,
tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan
kapan saja. Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar.
3. Generalisasi
harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’
di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-facts conditionals atau
unfulfilled conditionals.
Rumusnya : Faktanya
: x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B. Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Ada generalisasi : Semua A adalah B. Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya : Faktanya
: Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi
: Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya
: Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful
dan Budi itu perempuan.
Dalam buku Logika Scientifika,
dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita harus
menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
1. Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
1. Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
-
semua orang laki-laki sama saja
-
orang yang selalu ke masjid tidak
mungkin jadi komunis
-
barang siapa memuji Marx adalah
komunis
-
semua orang kaya kikir dan
materialis.
Pernyataan-pernyataan semacam ini
mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang kritis akan selalu
mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah
pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum
menerimanya.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama.
3. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada
kekecualian, apakah juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan
melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
Adapun menurut buku Logika, untuk
menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat
kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
-
Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif
cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat
kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali
jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan.
Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang
cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk menentukan kadar kejernihan air
sebuah sungai cukup satu gelas saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
-
Apakah sample yang digunakan cukup
bervariasi. Semakin banyak variasi sample, semakin kuat kesimpulan yang
dihasilkan.
Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran
berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus
diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan
dan berbagai usia.
-
Apakah dalam generalisasi itu
diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian
itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin
diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian
dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.
Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus
dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata seperti : semua, setiap, selalu, tidak
pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata : hampir
seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan: harus didasarkan atas pertimbangan
rasional yang cermat.
-
Apakah kesimpulan yang disimpulkan
konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah
merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh
memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab
rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari
sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa
asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya jenis mata
kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya
penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi
logis dari fenomena yang dikumpulkan. Semakin banyak faktor analogik
ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Generalisasi
adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama
kondisinya.
2. Dari segi
kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan
menjadi 2, yaitu:
a.
Generalisasi sempurna
b.
Generalisasi tidak sempurna atau
generalisasi sebagian.
3. Untuk
menguji generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita
pergunakan evaluasi sebagai berikut:
a.
Sampel yang digunakan secara
kuantitatif harus cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan
semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
b.
Sampel yang digunakan cukup
bervariasi.
c.
Dalam generalisasi itu harus memperhitungkan
hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
d.
Sesuatu yang dirumuskan harus konsisten
dengan fenomena individual, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari
data yang ada.
4. Generalisasi
yang salah adalah ketika membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat
sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi. Hal ini juga
bisa disebut sebagai generalisasi tergesa-gesa.
5. Generalisasi
yang tidak disertai dengan penjalasan mengapa-nya atau generalisasi berdasarkan
fenomenanya semata-mata disebut generalisasi empirik.
6. Generalisasi
ilmiah adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis
yang sama kondisinya, akan tetapi dari segi metode, kualitas data dan ketepatan
dalam perumusanya sangat ditata rapi dan terperinci demi menghasilkan
kesimpulan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
-
H. Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo
persada kajarta, 2008
-
Soekadijo,R.G Logika Dasar, PT
Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1991
-
W. Poespopradjo, S.H. S,S. B.Ph,
L,ph. Logika Scientifika, PT pustaka Grafika, Bandung, 2007
ijin ambil materi
BalasHapus