BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
ASAS-ASAS LAYANAN BIMBINGAN KONSELING
Bimbingan konseling termasuk
golongan jabatan professional yang disebut helping professions, yaitu
jabatan untuk membantu orang lain dalam pengembangan diri sendiri seperti yang dilakukan
oleh pekerja social, pemuka agama, psikiater, psikolog analis, serta konselor
sekolah. Pelayanan kepada sesama terlaksana di dalam interaksi pribadi dan
komunikasi antar pribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping
relationship). Komunikasi antar pribadi dapat ditemukan dalam hubungan
antara suami dan istri, orangtua dan anak, guru dan siswa, sahabat dengan
sahabat dan antara aneka tenaga professional yang disebut di atas dengan orang
yang mereka layani.
Namun dalam
bab ini lebih dikhususkan meninjau interaksi dan komunikasi antara anggota helping
professions khusunya konselor sekolah dengan kliennya, sejauh komunikasi
antar pribadi yang bercorak membantu dan dibantu mengambil bentuk formal yang
bersifat professional. Tenaga professional ini menggunakan interaksi pribadi
sebagai saran untuk membantu orang lain memahami dirinya dengan lebih baik,
mengubah pandangan dan sikapnya, menstimulus perkembangan pribadinya dan
mengembangkan kemampuannya menghadapi berbagai permasalahan secara konstruktif.
Konselor di institusi pendidikan
melayani siswa dan mahasiswa dalam permasalahan yang menyangkut pilihan program
studi, pendidikan lanjutan, pemilihan dan persiapan untuk memangku suatu
jabatan di masyarakat, serta penyesuaian diri dengan berbagai tuntutan hidup
yang biasanya melibatkan alam perasaan. Dalam hal terakhir ini mempunyai
kesamaan dengan tugas seorang psikoterapeat, namun seorang konselor di
institusi pendidikan tidak menangani kasus-kasus gangguan emosional yang serius
yang membutuhkan perombakan dalam stuktur kepribadian seseorang (pscychological
aisorder).
Konselor di
sekolah melayani orang yang normal yang menghadapi bermacam-macam rintangan dan
kesukaran-kesukaran yang dialami oleh kebanyakan siswa dan mahasiswa. Proses
konseling dengan orang yang normal ini tidak membutuhkan waktu yang terlalu
lama, antara lain karena klien pada dasarnya berkepribadian sehat. Di lain
pihak, konselor di instansi pendidikan biasanya lebih berkompeten dalam memilih
program studi.
2. Rumusan
Masalah
Dalam bab ini secara berturut-turut akan dibahas:
a. asas-asas
komunikasi antar pribadi dalam konseling
b. kondisi-kondisi
eksternal dan internal
c. teknik-teknik konseling yang verbal dan
non-verbal
d. tenaga pengajar dan konseling.
3. Tujuan
Masalah
Mengetahui
dan memahami apa yang ada dalam rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asas-asas
Komunikasi Antar pribadi dalam Konseling
Pelayanan oleh konselor di institusi pendidikan terlaksana dalam interaksi
pribadi dan komunikasi pribadi yang bercorak membantu dan dibantu (helping
relationship). Ciri-ciri dari hubungan antar pribadi (helping
relationship) adalah sebagai berikut :
1. Bermakna,
baik untuk konselor dan konseling.
2. Mengandung
unsur kognitif dan afektif.
3. Berdasarkan
saling kepercayaan dan saling keterbukaan.
4. Berlangsung
atas dasar saling memberikan persetujuan.
5. Terdapat
suatu kebutuhan dari pihak konseli.
6. Terdapat
komunikasi dua arah dalam arti konselor dan konseli saling menyampaikan pesan
atau saling mengirim berita.
7. Mengandung
strukturalisasi dalam arti komunikasi tidak berlangsung ala kadarnya. Dalam hal
ini konselor mempunyai tanggung jawab yang lebih besar.
8. Berdasarkan
kerelaan dan usaha untuk bekerja sama agar tercapai tujuan yang disepakati.
9. Mengarah ke
suatu perubahan pada diri konseli, perubahan itu adalah tujuan yang hendak
dicapai bersama. Konseli belajar sesuatu dari pertemuan dengan konselor. Bahkan
konselor pun kerap belajar sesuatu dari pertemuan dengan konseli.
10. Terdapat
jaminan bahwa kedua partisipan merasa aman, dalam arti konseli dapat yakin akan
keikhlasan konselor sehingga keterbukaannya tidak disalah gunakan olehnya.
Begitu juga konselor mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan berbagai
kebutuhan pribadi di luar pertemuan professional.
Menurut pengarang buku ini, variasi
sudut pandang terhadap konseling menonjolkan empat aspek yang dapat ditemukan
pada konseling yaitu terdapat komunikasi antar pribadi, berlangsung suatu
proses, terdapat pertemuan tatap muka, dan diberikan tanggapan oleh konselor
yang bersifat membantu. Dari empat aspek di atas ada dua aspek yang paling
pokok yaitu aspek proses dan tatap muka, sedangkan dua aspek yang lain
merupakan perwujudan nyata dari kedua aspek pokok tersebut. Namun tujuan
konseling dalam semua aspek adalah perubahan pada konseli, yang diusahakan
berkat bantuan professional oleh konselor. Oleh karena itu, bantuan psikolog
secara professional menciptakan corak khas yang melekat pada keempat aspek
tersebut.
Sifat bantuan psikologi yang
diberikan oleh konselor banyak mendapat sorotan dari para ahli dibidang
bimbingan konseling, misalnya Bruce Shertze dan Shelley C. Stone
dalam bukunya Fundamental Of Counseling (1980) mengutip pandangan C.H.
Patterson mengenai apa yang bukan hakikat dari bantuan itu dan apa yang
menjadi hakikatnya (halaman 19). Hakikat bantuan itu bukan pemberian informasi,
meskipun informasi dapat diberikan bila ternyata dibutuhkan, bukan sekedar
menasihati atau memberikan sugesti. Sebaliknya hakikat bantuan itu adalah
mengusahakan perubahan pada konseli yang dikehendaki atas dasar kesadaran dan
kerelaan sendiri, menciptakan suasana dan kondisi yang memungkinkan serta
mempermudah perubahan diri secara bebas dan berdaulat (voluntary change).
Suasana dan kondisi itu terealisasi dalam rangka suatu wawancara sebagai wadah
bagi komunikasi antar pribadi yang tidak disaksikan atau diamati oleh orang
lain menunjukan pemahaman terhadap alam pikiran dan alam perasaan konseli serta
menanggapi ungkapan dan perasaan secara tepat. Sehingga diharapkan bahwa
konseli akan dapat berubah berkat keahlian konselor dalam mengelola komunikasi
antar pribadi demi perkembangan kepribadian konseling.
B. Kondisi-kondisi
Eksternal dan Internal
Yang dimaksud kondisi adalah keadaan
yang akan berpengaruh terhadap proses konseling dan terhadap hubungan antar
pribadi yang berlangsung selama wawancara konseling.
- Kondisi-kondisi Eksternal
Kondisi-kondisi
eksternal menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a. Lingkungan
fisik di tempat wawancara berlangsung, antara lain warna cat tembok yang
tenang, hiasan dinding, pot bunga dan sinar cahaya yang tidak menyilaukan.
b. Penataan
ruang, seluruh perabot hendaklah sesuai misalnya kedua tempat duduk antar
konselor dan konseli agar tidak duduk berhadapan.
c. Bentuk
bangunan ruang yang memungkinkan pembicaraan secara pribadi (privacy)
karena hal ini berkaitan erat dengan etika jabatan konselor yang mengharuskan
konselor untuk menjamin kerahasiaan pembicaraan.
d. Konselor
berpakaian rapih. Kerapihan berpakaian sudah menimbulkan kesan pada konseli
bahwa dia dihormati dan sekaligus menciptakan suasana yang formal.
e. Kerapihan
dalam menata segala barang yang ada di dalam ruagan atau menata benda yang ada
di atas meja konselor.
f. Penggunaan
sistem janji, konselor membuat janji dengan calon konseli pada hari apa dan jam
berapa bertemu kemudian janji itu dicatat dalam buku agenda supaya tidak lupa.
g. Konselor
mempersiapkan buku catatan serta kertas-kertas di atas meja pada waktu
wawancara. Tindakan ini membuat kesan pada konseli bahwa seluruh perhatian
konselor dicurahkan pada konseli.
h. Tidak
terpasang peralatan rekaman, berupa alat rekaman audio atau video. Menurut
hasil penelitian di Amerika serikat yang dipaparkan oleh Shertzer dan Stone
dalam bukunya Fundamental Of Counseling, 1980 (halaman 255) penggunaan
alat rekaman cenderung menghambat konseli dalam mengekspresikan diri, biarpun
konseli memberikan izin untuk merekam pembicaraan.
Banyak hal yang disebut di atas
merupakan suatu cara komunikasi non-verbal yaitu menyampaikan pesan bahwa
konseli dihormati dan dihargai sebagai pribadi yang berhak mendapatkan
pelayanan manusiawi dan professional.
- Kondisi-kondisi Internal
a. Dipihak
konseli
Pada waktu konseli menghadap konselor, dia membawa sikap tertentu antara
lain pengalaman masa lalu tentang kesuksesan, kegagalan, kebahagiaan,
kekecewaan dsb. Keadaan ini dapat dipandang sebagai keadaan awal yang sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap wawancara dan proses konseling. Keadaan awal
ini dapat berpengaruh positif atau negatif. Dalam proses konseling sendiri
berlaku beberapa kondisi berupa persyaratan yang sebaiknya dipenuhi demi
keberhasilan konseling yaitu :
1) Keadaan
awal, yaitu keadaan sebelum proses konseling yang sebenarnya dimulai, kemampuan
intelektual serta taraf kedewasaan, khususnya untuk mengadakan refleksi atas
diri, berpengaruh terhadap lamanya, arah, dan hasil proses konseling.
2) Berlakunya
beberapa persyaratan yang menyangkut proses konseling secara langsung. Pertama,
siswa harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencari penyelesaian atas
masalah yang dihadapi dan mau dibicarakan dengan konselor. Kedua, keinsyafan
akan tanggung jawab seorang konselor dalam mencari penyelesaian masalah dan
memberikan keputusan pada akhir proses konseling. Ketiga, keberanian dan
kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanya serta masalah yang
dihadapi.
b. Di Pihak
Konselor
ü Keadaan awal
Jenis
kelamin dan umur tertentu, penampilan yang menarik atau tidak, penggunaan
humor, dan kecenderungan untuk banyak melakukan gerakan motorik atau tidak.
ü Persyaratan
yang mendukung dalam komunikasi antarpribadi selama berwawancara konseling,
yaitu: keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai kehidupan tertentu, pengalaman di
lapangan, kemampuan menghadapi situasi yang belum tentu (ambiguity tolerance),
kemudahan dalam berbicara mengenai diri sendiri (self-disclosure),
konsep diri, dan refleksi atas diri sendiri (self-exploration).
ü Persyaratan
yang berhubungan langsung dengan komunikasi antarpribadi, sebagaimana
yang berlangsung dalam wawancara konseling, yaitu empati (emphaty),
penghargaan dan perhatian (respect), dan integrasi antara sikap dan
tindakan serta perkataan konselor (genuineness).
Menurut uraian Bruce Shertze
dan Shelley C. Stone dalam bukunya Fundamental Of Counseling
(1980), hasil penelitian di Amerika serikat menunjukan bahwa konselor yang
efektif dan konselor yang kurang efektif dapat dibedakan atas dasar tiga
dimensi yaitu pengalaman, corak hubungan antar pribadi dan faktor-faktor
non-kognitif. Faktor-faktor non-kognitif meliputi hal-hal seperti motivasi,
nilai-nilai kehidupan, perasaan terhadap orang lain, ketenangan dalam
menghadapi situasi wawancara, kemampuan untuk menjaga jarak dan tidak terlihat
emosional dan kelincahan dalam pergaulan sosial pada umumnya.
C. Teknik-teknik
Konseling
Konseling mempunyai suatu proses komunikasi antar pribadi yang berlangsung
melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
- Teknik-teknik Konseling yang Verbal
Suatu teknik konseling yang verbal adalah suatu tanggapan verbal yang
diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan secara kongkret dari maksud,
pikiran, dan perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin)
untuk membantu konseli pada waktu tertentu. Tanggapan konselor dapat dituangkan
dalam bentuk pernyataan atau dalam bentuk kalimat tanya atau dalam bentuk
kombinasi dari pernyataan dan kalimat tanya.
- Teknik-teknik Konseling yang Non-verbal
Menurut
Mehrabian dalam bukunya Silent Messages (1981) istilah perilaku
non-verbal dapat diartikan secara sempit dan secaara luas. Dalam arti sempit
perilaku non-verbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari
berbahasa dengan memakai kata-kata misalnya ekspresi wajah, gerakan lengan dan
tangan, isyarat dan pandangan mata, sikap badan dan anggukan kepala. Sedangkan
dalam arti luas perilaku non-verbal disamping hal-hal yang disebutkan di atas ,
juga menunjuk gejala-gejala vokal yang menyerupai ucapan kata-kata, seperti
kekeliruan pada waktu berbicara, saat-saat diam, kecepatan berbicara, lamanya
berbicara, volume suara, intonasi dan nada berbicara; termasuk juga dalam arti
yang luas itu adalah cara membawa diri dan menampilkan diri seperti berjalan,
duduk, cara berpakaian, cara menata rambut, penggunaan kosmetik dan sebagainya.
Menurut Mehrabian semua bentuk perilaku non-verbal itu mengandung nilai-nilai
komunikatif implicit dalam komunikasi antar pribadi.
Dibawah ini
ditambahkan sejumlah cara yang dapat dipandang sebagai suatu teknik konseling
yang non-verbal antara lain :
1. Senyuman,
untuk menyatakan sikap menerima.
2. Cara duduk,
untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
3. Anggukan
kepala, untuk menyatakan penerimaan dan menunjukan pengertian.
4. Gerak-gerik
lengan dan tangan, untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
5. Berdiam
diri, untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa.
6. Mimik
(ekspresi wajah), untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi verbal.
7. Kontak mata,
untuk menunjang dan atau mendukung tangggapan verbal dan menyatakan sikap
dasar.
8. Variasi
dalam nada suara dan kecepatan berbicara, untuk menyesuaikan diri dengan
ungkapan perasaan konseli.
9. Sentuhan,
untuk menunjang tanggapan verbal dan menyatakan sikap dasar.
D. Tenaga
Pengajar dan Konseling
Jumlah tenaga bimbingan professional pada institusi pendidikan telah
bertambah banyak, namun belum tentu mereka akan bertemu muka dalam wawancara
konseling dengan semua siswa atau mahasiswa. Untuk itu guru dan dosen diharapkan
memberikan pelayanan secara baik meskipun mereka tidak mendapat pendidikan
formal dalam seluk-beluk penyelenggaraan wawancara konseling formal.
Dibawah ini disajikan beberapa saran untuk tenaga pengajar yang akan
berbicara secara perorangan dengan siswa dan mahasiswa yang menghubungi mereka
atas inisiatif sendiri :
1.
Sikap dasar selaras, seperti
penerimaan dan pemahaman harus melandasi pelayanannya.
2.
Tanggapan yang menyangkut
penyelesaian masalah kerap mengandung pengarahan, dalam arti menunjukan sikap
yang tepat yang dapat membuka jalan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
beberapa penjelasan di atas dapatlah diketahui bahwa di dalam melaksanakan
proses bimbingan dan konseling seorang konselor memiliki tanggung jawab yang
besar, sepertihalnya dipaparkan di bab pembahasan di atas bahwa di dalam untuk
dapat menyelesaikan permasalahan yang di alami oleh klien seorang konselor
harus memiliki teknik-teknik yang digunakan mulai sejak awal pertemuan hingga
akhir penyelesaian masalah.
Dari
pembahasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam proses penyelesaian
permasalahan yang dialami klien, memiliki banyak sekali teknik-teknik yang
dapat digunakan, sehingga banyak alternatif-alternatif ketika gagal di dalam
penggunaan satu teknik, bisa diganti dengan penggunaan teknik yang lain.
B.
SARAN
Dari kesimpulan di atas penulis
memberikan saran kepada para konselor, ataupun seorang guru pembimbing begitu
juga kita sebagai mahasiswa agar dapat menguasai teknik-teknik di dalam proses
bimbingan dan konseling karena hal tersebut akan lebih mempermudah di dalam
memperoleh informasi dari klien serta di dalam mengajak klien untuk mempercayai
apa-apa yang dikatakan oleh konselor.
DAFTAR PUSTAKA
-
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori
Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
-
Nurihsan, A. Juntika. 2007. Bimbingan
& Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
-
Prayitno& Amti Erman. 1999. Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling.PT. Rineka Cipta Jakarta.
-
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling
Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
-
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
-
Winkel, W. S & Sri, Hastuti.
(2010). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:
Media Abadi.
-
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika
Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar